PEKANBARU – Setiap tanggal 28 Oktober orang muda Indonesia memperingati hari sumpah pemuda. Deklarasi kelompok muda pada 97 tahun lalu tersebut merupakan simbol persatuan perjuangan orang muda Indonesia. Sumpah pemuda adalah bukti sejarah bahwa eksistensi orang muda memiliki kontribusi besar memperjuangkan hak-hak rakyat. Semangat tersebut harus diwujudkan orang muda Indonesia, khususnya Riau dengan mendesak Pemerintah segera mewujudkan keadilan iklim dan antargenerasi.
Hari sumpah pemuda tahun ini harus menjadi momentum orang muda menghentikan praktik buruk politik elektoral di Indonesia. Sebab orang muda sering kali hanya dimanfaatkan sebagai alat politik saat pemilihan umum (Pemilu). Namun dalam proses pembuatan kebijakan mereka tidak pernah dilibatkan. Hal ini kemudian menghasilkan kebijakan yang tidak mengakomodir tuntutan, kepentingan serta abai terhadap perlindungan hak-hak orang muda dan kelompok rentan lainnya.
Selain itu, orang muda juga harus mampu melihat pertemuan internasional sebagai forum strategis dalam menyuarakan tuntutan keadilan iklim dan antargenerasi, salah satunya pertemuan Conference of the Parties (COP). Orang muda harus mendesak Pemerintah menggunakan forum COP-30 sebagai upaya memberikan solusi mengatasi krisis iklim global, termasuk Indonesia.
Eko Yunanda, Direktur WALHI Riau menilai COP sebelumnya hanya sekadar pertemuan kongsi dagang yang melihat peluang bisnis dari situasi krisis iklim. Padahal Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menyatakan bahwa upaya yang dilakukan selama ini belum mampu mengatasi krisis iklim.
Bahkan emisi gas rumah kaca yang terus meningkat semakin memperparah kondisi iklim. Maka dari itu, peran orang muda sangat dibutuhkan guna memutus solusi palsu yang terus ditawarkan forum iklim ini.
“Sumpah pemuda tahun ini harus dimanfaatkan orang muda sebagai momentum perjuangan menuntut Pemerintah menjalankan mandat rakyat menjadikan isu krisis iklim sebagai isu prioritas dalam penyusunan kebijakan. Termasuk kebijakan yang akan diambil dalam forum iklim COP-30 yang akan berlangsung pada 10 s/d 21 November 2025 di Brazil mendatang,” ujar Eko.
Kunni Masrohanti, Dewan Daerah WALHI Riau mengatakan bahwa dampak buruk krisis iklim sudah sangat nyata dirasakan oleh masyarakat Riau. Mulai dari krisis pangan, air, cuaca ekstrem abrasi hingga banjir. Salah satu penyebab krisis iklim di Riau adalah industri ekstraktif yang menyulap hutan Riau menjadi perkebunan kayu, kelapa sawit dan tambang.
Kondisi tersebut diperparah dengan penerbitan izin tambang pasir laut/silika yang mengancam ruang hidup masyarakat pesisir, seperit lima izin tambang di hilir Sungai Kampar atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bono, Kabupaten Pelalawan.
Padahal lokasi tersebut merupakan prioritas pengembangan Kawasan Strategis Provinsi Riau berdasarkan dokumen Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2025-2029.
“Bono merupakan ikon Pariwisata Provinsi Riau. Keberadaan izin tambang jelas memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan mengancam ruang hidup masyarakat pesisir Sungai Kampar. Hal ini akan memperparah krisis iklim dan menempatkan kelompok rentan sebagai korban,"
Terlebih kelompok perempuan yang harus menanggung beban ganda akibat krisis iklim. Untuk itu, Gubernur Riau harus segera mengevaluasi seluruh izin tambang di perairan Bono sebagai wujud nyata komitmen krisis iklim dan melindungi ruang hidup masyarakat Riau,” ujar Kunni.
Kebijakan buruk negara yang dikuasai oligarki menempatkan kelompok rentan, termasuk orang muda sebagai korban paling terdampak. Ismail, Ketua Mapala Humendala FEB Unri mengajak seluruh orang muda Indonesia, khususnya Riau menyerukan tuntutan keadilan iklim. Pemerintah daerah hingga pusat harus memastikan terpenuhinya komitmen untuk mengatasi krisis iklim.
Selain mengevaluasi aktivitas industri ekstraktif, pemerintah juga harus segera melakukan transisi energi bersih berkeadilan, memperbaiki sistem pengelolaan sampah, membenahi tata perkotaan yang ramah lingkungan, serta memenuhi kebutuhan transportasi publik yang layak dan dapat diakses oleh kelompok rentan.
“Sebagai orang muda kita harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kita sadar bahwa kondisi yang kita rasakan saat ini adalah hasil dari kebijakan buruk,"
"Jika terus dibiarkan maka tidak akan ada masa depan yang baik bagi generasi berikutnya. Karena tidak ada akan ada masa depan di bumi yang rusak. Wujudkan keadilan antargenerasi sekarang juga!” tutup Ismail.
